Anggota DPR Minta Penjelasan Pakar Soal Reformasi Perpajakan

13-07-2021 / KOMISI XI
Anggota Komisi XI DPR RI Sarmuji. Foto: Mentari/Man

 

Dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Panja Rancangan Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (RUU KUP), salah satu pakar, yaitu Piter Abdullah, tidak setuju jika pembahasan RUU KUP diarahkan untuk memberlakukan pengampunan pajak (tax amnesty) Jilid II. Atas dasar itu, Anggota Komisi XI DPR RI Sarmuji meminta penjelasan lebih rinci terkait kebutuhan fiskal reformasi perpajakan.

 

“Kebutuhan fiskal dalam jangka pendek ini saya mohon bisa diberi masukan. Karena tadi Pak Piter sampaikan, tidak setuju dengan Tax Amnesty Jilid II. Kira-kira apa yang bisa dilakukan untuk menyiasati kebutuhan fiskal terkait perpajakan?” tanya Sarmuji dalam RDPU yang dilakukan secara hybrid Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin (7/12/2021)

 

Sarmuji menjelaskan, agenda reformasi perpajakan memiliki dua kebutuhan, yaitu kebutuhan jangka pendek dan jangka menengah-panjang. Reformasi perpajakan melalui RUU KUP tersebut dalam rangka untuk memenuhi kebutuhan jangka menengah-panjang.

 

“Sementara tadi ada Tax Amnesty atau apapun namanya, sebagai jangka pendek. Tapi, Kebutuhan jangka pendek kan juga harus dipenuhi. Kita tahu fiskal kita dalam kondisi sulit saat ini, sehingga pilihannya hanya dua saja,” tegas Sarmuji.

 

Pilihan pertama adalah hutang semakin besar, yang efek jangka panjangnya sampai 2023. Sehingga, defisit fiskal akan kembali lagi ke bawah 3 persen. “Atau kita menyedot investasi, tapi investasi itu pekerjaan jangka panjang. Tidak bisa kita raih dalam jangka pendek,” tambahnya.

 

Menanggapi itu, Piter Abdullah menjelaskan reformasi perpajakan harus dilihat dalam bentuk perspektif jangka menengah-panjang, bukan jangka pendek. Ia menambahkan, yang diharapkan dari RUU KUP adalah perekonomian Indonesia bisa tumbuh lebih optimal dan masyarakatnya bisa lebih sejahtera.

 

“Dan ketika itu terjadi, persoalan pajak yang dikenakan sembako tidak lagi menjadi sebuah isu. Karena perspektifnya adalah jangka menengah-panjang. Kalau bicara perspektif jangka pendek yang dikenakan saat ini, tentu akan menjadi kontradiktif. Jangka pendek kita ingin menanggulangi dampak Covid-19, untuk itu justru kita berikan stimulus. Dan itu tidak mungkin kita sandingkan dengan perspektif jangka menengah-panjang yang di dalamnya ada upaya untuk optimalisasi penerimaan panjang,” ujar Piter. (rdn/es)

BERITA TERKAIT
Lonjakan Kenaikan PBB-P2 Dampak Pemangkasan DAU dan Tuntutan Kemandirian Fiskal
18-08-2025 / KOMISI XI
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Komisi XI DPR RI Amin Ak menyoroti lonjakan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2)...
Pidato Ambisius Presiden Harus Menjadi Nyata, Realistis, Terukur, dan Berpihak kepada Rakyat Kecil
18-08-2025 / KOMISI XI
PARLEMENTARIA, Jakarta - Wakil Ketua Komisi XI DPR RI Hanif Dhakiri mengatakan, pihaknya mendukung penuh target ekonomi Presiden Prabowo 2026...
Ekonomi Global Tak Menentu, Muhidin Optimistis Indonesia Kuat
15-08-2025 / KOMISI XI
PARLEMENTARIA, Makassar - Menteri Keuangan Sri Mulyani menyatakan bahwa ketidakpastian ekonomi global yang utamanya dipicu konflik di berbagai belahan dunia,...
BI Harus Gencar Sosialisasi Payment ID Demi Hindari Misinformasi Publik
14-08-2025 / KOMISI XI
PARLEMENTARIA, Balikpapan — Peluncuran Payment ID sebagai identitas tunggal transaksi digital terus disorot. Meskipun batal diluncurkan pada 17 Agustus 2025...